Pandangan saya tentang penggunaan atribut natal bagi non-kristen

"Dia merasa miris lantaran karena ekonomi umat sedang diuji, akhirnya kawan-kawan sesama Muslim, yang sedang bekerja di tempat-tempat publik, terpaksa pakai atribut Natalan".
==========================================================
Saya sendiri tidak menyalahkan pendapat Pak Ustad dalam pernyataannya di portal berita diatas. Pernyataan itu benar dan dimungkin beliau takut akidah kita sebagai muslim akan goyah jika memakai atribut natal. Dan hal seperti itu dianggap Bit'ah bahkan haram bagi beberapa kelompok muslim.
Namun menurut pendapat saya, penggunaan atribut Natal untuk kalangan non-Kristen itu bukan soal toleransi atau tidak.
"Toleransi" sendiri berarti pemberian keleluasaan kepada suatu individu atau kelompok masyarakat untuk melakukan sesuatu.
Pake atribut Natal harus dipahami dalam konteksnya.
Jadi begini:
Misalkan saya pribadi non-kristen pake atribut Natal, itu = FUN. Seperti saya menggunakan jersey sepak bola, baju jawa, baju koko, peci, dll.
Kalo saya pake atribut natal dalam kerangka pekerjaan (mis. jadi customer service, sales, dsb) maka itu namanya PROFESIONALISME.
Dan lucunya, sebagian muslim awam gak tau gimana Kristen itu. Mereka pikir, "topi sinterklas" adalah bagian ajaran kristen, sehingga memakainya berarti "bisa merusak akidah".
Perlu diketahui topi sinterklas, atau sinterklas itu sendiri bukan bagian dari ajaran Kristen. Itu masuk dalam budaya/tradisi populer bertema Natal, sama kayak ketupat yang identik dengan Idul Fitri.