Tafsir

Tafsir merupakan cara seseorang untuk mengartikan sesuatu, seperti ucapan, tulisan, emosi, sikap, sifat, cuaca dan lain-lain. Setiap orang berhak menafsirkan suatu hal/perkara semampu mereka, tergantung seberapa besar kemampuan mereka untuk menangkap maksut dari suatu hal yang mereka ingin tafsirkan. Setiap tafsiran dari setiap orang itu benar menurut sang penafsir, namun kebenaran dari hasil tafsiran sang penafsir belum tentu benar atau yang paling benar. Bisa saja hasil tafsiran sesorang itu salah atau sangat salah dan setiap tafsiran yang kita anggap salah belum tentu salah atau sangat salah, bisa juga tafsiran yang kita anggap salah itu adalah yang benar atau yang paling benar.
Bagaimana bisa begitu ? Penafsiran suatu hal/perkara sebaiknya dibarengi dengan pengetahuan atas latar belakang atau sejarah mengapa hal/perkata itu muncul. Hal ini sangat penting karena jika tafsiran tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, tafsiran tersebut malah bisa menjadi fitnah. Mengapa bisa menjadi fitnah ? Karena jika seseorang awam terhadap suatu hal/perkara (tidak tahu benar apa latar belakang atau sejarah mengapa hal/perkara itu muncul) ikut menafsirkan perkara tersebut dan kenyataannya berbeda dengan fakta yang ada yang akan muncul adalah salah paham. Kesalahpahaman inilah yang menyebabkan suatu tafsir ini dapat menjadi fitnah.Walaupun sebenarnya setiap orang berhak menafsirkan suatu hal sebebas-bebasnya, semerdeka-merdekanya.
Banyak  kejadian yang diawali dari salah tafsir yang mengakibatkan kerugian bagi sang penafsir dan yang ditafsirkan, yang paling sering terjadi adalah salah tafsir suatu tulisan dan ucapan. Sekarang ini di era dimana orang bisa bebas berbicara dan menafsirkan sesuatu tanpa ada batasan, setiap orang bisa bebas berbicara, menafsirkan suatu tulisan atau ucapan seenaknya tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi dibelakangnya. Apalagi era media sosial ini, dimana yang sangat benar bisa menjadi sangat salah dan yang sangat salah bisa menjadi sangat benar. Setiap dari kita sebaiknya lebih berhati-hati dalam menulis suatu tulisan atau berucap. Karena di era media sosial ini ada orang-orang yang menafsirkan suatu hal/pekara tidak secara utuh, namun hanya mencari “celah” dari keutuhan suatu hal/perkara.
Mereka yang seperti ini sangat banyak dan biasanya dijuluki “Haters”. Haters sendiri berasal dari kata Hate yang artinya benci, jadi Haters adalah pembenci. Haters ini biasanya muncul (nyamber) ketika ada ucapan atau tulisan yang mereka anggap mempunyai celah untuk diserang, seperti kalimat ambigu atau kalimat yang belum utuh. Mereka biasanya komentar seenak mereka, mengajak debat panjang, membentuk suatu opini baru yang menyudutkan orang yang mereka sambar sehingga menarik “teman-temannya” untuk kroyokan “mem-bully”, mengecap jelek dan yang paling parah dapat membuat orang yang mereka sambar itu merasa terkucilkan karena tafsiran yang salah dari mereka. Mereka juga biasanya susah untuk menerima konfirmasi dan permintaan maaf.
Di era seperti ini dimana setiap orang BEBAS berbicara, mengkritik, menafsirkan, berkreasi dan beropini, kita harus berhati-hati dalam berbicara, mengkritik, menafsirkan, berkreasi dan beropini. Kecuali jika kita sudah siap untuk menghadapi para Haters yang menunggu kesalahan kita. “Orang yang meyebalkan kelakuannya BUKAN UNTUK KITA BALAS tapi untuk kita latih diri kita menjadi orang yang sabar BERHATI BERSIH DAN JERNIH tanpa ada kotoran bernama KESAL DAN DENDAM” – KH Ali Imron. Jadi walau kita bebas, kita harus tahu batasan kita karena “Puncak dari kebebasan (kemerdekaan) dalam apapun adalah mengetahui batasan” – Cak Nun, jika tidak yang terjadi hanyalah perbedaan, perdebatan, perpecahan dan permusuhan yang biasanya diawali karena TAFSIR yang salah.


--- Terima Kasih ---